Gue Gak Butuh Lo, Monyet!
Posted October 19, 2007
on:Untuk kalian masyarakyat miskin Jakarta, mau sampai kapan kalian menjadi sekumpulan orang yang tidak punya harga diri dan rasa percaya diri? Mau sampai kapan kalian menjadi sekumpulan orang yang bisanya cuma disuruh-suruh kayak babu? Mau sampai kapan kalian menjadi sekumpulan orang yang bodoh dan terbelakang yang bisanya cuma manggut-manggut sok ngerti? Sudah cukup.
Untuk kalian masyarakat kaya Jakarta, apa sudah sejelek itukah gambaran Jakarta di dalam benak kalian? Sudah sedemikian hinakah Jakarta sehingga layak untuk terus dicela dan dicemooh? Kenapa setiap kali kita bertemu, kalian hanya berkeluh kesah tentang susah dan beratnya hidup di Jakarta? Mulai dari macetnya yang gak ketulungan, banjirnya yang tidak ada habisnya, para polantas dan pejabat Pemdanya yang pada mata duitan, hingga harga barang-barang yang makin hari makin mahal saja. Kalau sudah begini, pantas saja Jakarta menjadi sebuah kota yang amat tidak nyaman untuk ditinggali. Bandingkan dengan kota lain di negara-negara maju seperti Paris di Perancis atau Tokyo di Jepang, mengapa kota-kota tersebut bisa menjadi begitu indah dan nyaman? Setiap kali kalian berlibur kesana, hati kalian berbunga-bunga dan setiap momen terasa begitu luar biasa sehingga sayang untuk tidak diabadikan melalui kamera digital kalian.
Kalau memang sudah tidak betah hidup di Jakarta kenapa kalian tidak pergi saja ke kota lain dan memulai hidup baru? Kenapa kalian tidak mengotori kota lain saja seperti Bandung, Semarang, Surabaya, atau Medan? Kenapa kalian tidak menyetir mobil ugal-ugalan di tempat lain layaknya orang gila yang selalu kalian lakukan di jalan-jalan utama dan tol di Jakarta? Pergi saja ke tempat lain dan langgar semua peraturan yang ada, langgar dan langgar terus. Terobos saja lampu merah, toh polisi sedang tidak nongkrong. Merokok saja seenak jidat kalian seperti yang biasa kalian lakukan sehari-hari di Jakarta, merokok di tempat-tempat umum dan pura-pura tidak lihat kalau ada orang yang batuk karena menghirup asap rokok kalian.
Jakarta tidak butuh orang-orang yang maunya menang sendiri. Jakarta tidak butuh orang-orang egois yang taunya cuma bagaimana mengumpulkan uang sebanyak mungkin lalu berperilaku seenaknya di dalam lingkungan masyarakat. Jakarta tidak butuh orang-orang pintar yang saking pintarnya justru tidak tahu kalau pembangunan mall dan trade center sudah melewati batas sehingga tidak ada lagi kawasan hijau di Jakarta. Jakarta tidak butuh orang-orang sok suci yang apabila bertemu masyarakat miskin selalu menyebut nama Tuhan sembari menjanjikan peningkatan kesejahteraan padahal kalian tahu kalau semua itu hanya bohong belaka.
Sudah, tutup mulut dan kemas barang-barang kalian. Pergi jauh-jauh dan jangan pernah kembali lagi. Jangan pura-pura menyesal serta minta maaf karena dosa kalian sudah menumpuk, hanya Tuhan yang tahu. Sudah, hentikan basa-basi itu lalu mulai tinggalkan kota ini, tinggalkan. Tinggalkan, kami sudah lelah dengan gaya kalian yang petantang-petenteng sok jagoan, dengarkan ini baik-baik, “Gue gak butuh lo, monyet!”
Foto diambil dari sini.
61 Responses to "Gue Gak Butuh Lo, Monyet!"

Gue, Gak Butuh Lu Monyet!!! Hahaha…Nice Article bung, keren abis… Luapan emosi tapi tetap pada koridor… 2 hari ini gue beruntung banget bisa baca artikel yang keren-keren banget “Menuju Nasionalisme 2009” ditulis oleh Emha Ainun Nadjib dan “Gue Gak Butuh Lo Monyet” oleh guebukanmonyet . Dari dua artikel tersebut ada kesamaan esensi penulisan, yaitu mengenai kemunafikan dan keapatisan. Ngga tau kenapa kok bisa sama gtu, walaupun gaya bahasanya berbeda tetapi tujuannya sama lah, menentang kemunafikan dan keapatisan.Dan yang paling penting gbm udah ngebuktiin klo dia emang penulis berbakat, gue berharap Bung gbm tetap konsisten pada esensi penulisan, masih banyak waktulah buat berkarya seperti Mas Emha Ainun Nadjib, salah seorang penulis Indonesia yang luar biasa, 2 jempol buat anda berdua
Sukses…


LOL, jadi mereka suruh pergi semua?
miskin moral kali ya jakarta tuh orang2nya isinya.


Wakakaka mantab kali tulisan ini bah. Eh, aku baca sepit riding kemaren “GEBUKAN MONYET” ternyata “GUE BUKAN MONYET”.
Waks.. Jadi malyu 😀


mantab juga ni boz bacaanya,, sedikit tapi nyelekit ke hati,, tapi mau digimanain lagi, jakarta ya bgitu lah jakarta, dah menjadi ciri khas jakarta macet, banjir,, dah skr mah elu nikmatin aja idup yg cuman skali ini boz,, dari pada pusing mikirin kota,, kota kan dah ada yg ngurusin boz,, walikota dan gubernur, ngapain ambil pusing 7 keliling,… cape boz mikirin kota ga ada abis nya,,


Kalo dilihat daRi teori Utilitarianisme yang diuatarakan oleh Jeremy Benthhamlah yg dikenal dengan semboyannya: The Greatest Happiness of The Greatest Number (perbuatan yang baik secara moral adalah perbuatan yang menghasilkan manfaat yang terbesar bagi sebanyak mungkin orang), coba deh dipikir2 lagi. gembel2 yg ada di Jakarta tuh sebenernya lebih banyak mendatangkan manfaatkan atau kerugian, sih?
Kalo cuma mengandalkan Keadilan Distributif, jangan deh! pemerintah tuh susah diandelin kalo soal gini2an. harusnya memang mereka tuh inisiatif kalo senadainya gak kunjung sukses di ibukota, pasti tinggal di kampung halaman dan menggarap lahan sendiri serta membangun rumah di dekat hamparan padi yg hijau nan jauh dari polusi akan lebih menguntungkan dan menentramkan.
Saya yakin yg kak Tasa mksdkan di sini bukan orang miskin dalam artian miskin secara finansial aja. tp juga miskin segala2nya. kalo menurutku yg harus diralat di sini, yg monyet itu bukan orang miskin. tp GEMBEL! Gepeng, ato apalah itu namanya yg sangat mengganggu ketertiban kota dan gak memberikan kontribusi apa pun buat ibukota.
BTW kak Tasa, do u know me? 🙂
-teman lama-


@ Kritikkentang
Saya rasa kita gak bisa menyalahkan sepenuhnya (tanpa ampun) para pengemis atau gembel atau pengamen yang ada di Ibukota ini tanpa punya solusi nyata yang bisa segera direalisasikan. Saya rasa tentu saja bukan keinginan mereka menjadi seperti itu, seharusnya kita yang berkecukupan ini lebih banyak bersyukur karna bagi kita untuk sekedar makan saja bukan sesuatu hal yang sulit, coba anda bayangkan jika anda melihat dari kaca mobil atau dari dalam bis seorang gembel atau pengamen yang dijalan raya itu adalah ayah anda saya rasa anda akan menangis.


@nona nike
Assalammualaikum mbak, tepat sekali yang mbak katakan manusia akan bisa sukses jika menjadi orang yang tekun, rajin, dan mau bekerja keras, sementara beberapa pengemis dan gembel tersebut adalah orang-orang yang masih sehat dan kuat, bahkan adapula beberapa pengemis yang sebenarnya merupakan sindikat yang teroganisir, tapi hal tersebut tidak menutup kemungkinan sebagian pengemis dan pengamen tersebut adalah orang yang benar-benar kesulitan, lapar dan belum mendapatkan cukup makan bagi keluarganya dari kerajinan, ketekunan dan kerja keras mereka kan? saya rasa beberapa kenyataan itu ada yang memang pahit.


Untungnya saya dah tinggal di Aceh, jadinya bisa ikut berkontribusi mengurangi kepadatan penduduk disana 🙂
tapi ntar kalo dah ngga kerja disini lagi kayaknya bakal balik ke-sana lagi deh 😦


@ Pemburu:
wa’alaikumsallam Pemburu [mas?or mbak?],
menurut saya tetap aja kalo mengemis itu adalah suatu tindakan yang hina dan rendah. ini juga salah satu didikan ayah saya, kok! gak usah khawatirkan ayah saya, beliau udah sangat bijak memberikan petuah2 spt; lebih baik kalian biarkan Saya tinggal sendirian kemudian hidup dengan uang pensiunan drpd kalian bawa Saya ke panti jompo atau kalian biarkan Saya mengemis..!
btw, yg saya tegaskan di sini pengemis! bukan pengamen. beberapa pengamen yang memang memiliki bakat menurut saya tidak bisa disamakan dengan pengemis. tp pengamen yg asal nyanyi dan cuman bisa berisik biar kita2 pd kepaksa kasih duit itu sama aja sama pengemis!
intinya, pengemis itu kumpulan org2 yg hanya bisa memberikan beban kepada negara, sebab musababnya dia mengemis, gak usah ditanyakan lagi. yg jelas mereka gak bekerja dengan giat.!lihat aja tuh mereka tinggal merebahkan telapak tangan mereka.. org cacat aja masih bisa berkarya, kok!
overall, persepsi kita bisa berbeda2, mbak/mas..
tergantung gimana cara pandang kita terhadap sesuatu..
Wassallam


@ nike
panggil saja saya mas pemburu atau cukup pemburu saja. Sebelumnya saya minta maaf karna saya tidak bermaksud apa2 terhadap Ayah anda, maksud dari pengandaian saya terhadap kejadian tersebut hanya mengajak anda agar sedikit lebih toleran, sedikit lebih memiliki rasa sosial, dan jika bisa sedikit memiliki rasa kasih terhadap pengemis yang notabenenya adalah saudara anda (kemungkinan besar saudara seiman dan yang paling mungkin adalah saudara sebangsa) terlepas dari segala penyebab mereka mengemis. yups setiap orang tentu mempunyai pandangan yang berbeda, menurut saya mengemis tidaklah lebih rendah dan hina dari mencuri atau korupsi dan mengemis menurut saya bukanlah hal yang rendah dan hina selama hal itu dilakukan dengan terpaksa (orang cacat juga ada yang mengemis kan? jika ada bukankah hal tersebut dilakukannya karena keterpaksaan?)


Dari tempat nieke membawa saya kesini *thx to nieke..
btw, mas guabukanmonyet sepertinya memberikan persepsi membangun jakarta dari setiap penghuninya..
Sementara yang berdebat disini nieke dan mas pemburu juga sama..
Walau mas Guebukanmonyet juga di komentar2 disini memberikan negasi bahwa memang ada kesenjangan sosial yang harus dibenahi pemerintah disini….
So, saya cuman menarik kesimpulan pendek dan pragmatis saja dari komentar2 diatas..karena sepertinya itu juga yg ada dibenak saya :
Mulailah dengan kontribusi kita sekecil mungkin, entah versi mas Pemburu yang nantinya klo empati situ cukup tinggi bisa saja mengumpulkan modal-berkolaborasi-berkreasi untuk menyadarkan pengemis meninggalkan jalanan, mbak nieke walaupun sinis dengan kehadiran pengemis tapi saya yakin pandangan beliau ke “hapuskan pengemis” untuk kota yang lebih baik adalah semangat yang sama dengan Mas Guebukanmonyet dan pemburu,..
Dan tentunya tidak henti2nya mengingatkan pemerintah, karena kita masyarakat yang TERDIDIK disini adalah kontrol sosial dari sebuah sistem besar ini.
So,.. do something with the best you can do..
Salam kenal Mas Guebukanmonyet,.. tulisan ente mantep!
serasa super serius gue


Yups betul sekali, yang diutamakan adalah sebuah solusi nyata dan kontribusi nyata dengan tindakan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan.


hmm… gue setuju nih. mainstream orang-orang, kalo di jakarta bisa cepet kaya. bisa dapet banyak duit. ya iya sih, mungkin gaji mereka 2 juta misal. untuk mereka yang dateng dari kota kecil, dipikir itu sangat banyak. coba deh, kalo udah tinggal di jakarta. Rasanya, tiap hari tuh kurang mulu yang namanya duit. makanya gue pengen tinggal di papua. membangun daerah yang seharusnya paling kaya dan paling maju di negeri ini. tapi ilmu gue belum cukup untuk mewujudkan itu semua. 🙂


hmm..butuh perjuangan dari dalam diri kita sendiri untuk membuktikan bahwa negeri ini gemah ripah loh jinawi..


Orang kaya & orang miskin pasti akan selalu ada di dunia ini.
Mungkin jurang pemisah di antaranya bisa dipersempit dengan yang namanya pendidikan.
Jadi akan ada orang miskin terididik & orang kaya terididik.
Pendidikan toh ga selalu harus dengan sekolah.
Pendidikan bisa datang dari budi pekerti.
Banyak orang bertitel sarjana ini itu, master ini itu, budi pekertinya lupa disekolahin.
Banyak juga orang yang sama sekali ga kenal sekolah, tapi budi pekertinya jauh lebih bagus dari kita semua.
Kalo warga Jakarta sudah mulai terididik, saya yakin kota ini bakal jadi lebih baik dari yang ada sekarang.
Setuju banget sama mas andi bagus, semuanya harus dimulai dari berjuang dari dalam diri kita sendiri…


mau berbagi cerita juga…maaf jikalau OOT
http://cipoetslegacy.blogspot.com/2007/11/kaya-gusur-miskin.html


wah, terlalu banyak yang mau ditanggepin, takut jadi OOT…yah, coba dulu kali yah…
pertama, udah banyak kok orang jakarta yang ‘menyerbu’ kota lain tanpa ampun. Bandung contohnya…sabtu minggu ga ada deh orang bandung yang mau keluar rumah kalo ngga mepet. Thanks yah, para orang jakarta…saya kekampus yang biasanya 5 menit jadi sejam, apalagi mau jalan-jalan…not an option.
kedua, soal mall. HELL YEAH!! kenapa kok ga ada yang bertindak sama banyaknya mall di jakarta??? bikin macet, konsumtif, trus tokonya itu-itu lagi…buat apa sih mall banyak-banyak?? abis gitu masih menuh-menuhin FO dan mall bandung.
ketiga, kejadian kaya gini ada dikota besar seluruh indonesia kayanya. menurut saya sih orang indonesia egois…ga pernah peduli sama hal lain selain dirinya, Buang sampah seenak jidat, tembok dicoret-coret, fasilitas publik dirusak, lulusan luar negri ga mau balik lagi kesini gara-gara takut duitnya ga balik, yahh… mau orang jakarta pindah semua ke papua, ntar juga rusak lagi. Soalnya mentalnya emang kaya gitu, mental loser, anarkis, egois….(saya nggak bilang semuanya, tapi sebagian besar).
Yang bisa kita lakukan ya berubah, dari diri sendiri. Belajar, supaya ntra bisa melakukan sesuatu. Tapi kalo nanti udah pinter, udah kaya, jangan malah nyerah dan pindah keluar negri trus ga balik-balik…
iphan : wah! sama dong kita…saya juga cita-citanya mau membangun indonesia timur. hehe…cuma gimana yah, mau KP di papua aja udah dilarang-larang…
Nieke : hehehe..kamu pendapatnya sama banget sama sobat saya. Menurut dia gembel-gembel itu dibunuh-bunuhin aja. Ga ada gunanya, dibenerin ga mau, nambah2in penduduk doang sama penyakit…


keren blognya,,isinya maknyus sekali…tapi klo cm bisa berguman kaya gini doank sia-sia…coba klo blog ini juga bisa ngasih solusi untuk semua masalah yang dah disebutin. ga usah menghilangkan cukup mengurangi…tanpa harus mengusir semua “monyet2” itu..senggaknya dibikin jinak ^^


Kalo saya emang punya kuasa sih, maunya nggak diijinin lah mall-mall itu. Beneran deh, buat apa sih mall ada banyak-banyak? Tokonya sama-sama juga gituu…abis gitu merek luar semua, macem zara, topshop, gap yang sebenernya barang murahan cuma kok pas masuk indo jadi brasa paling tajir kalo make? Bukannya gw ngga suka ke mall, tapi gw ga perlu sebanyak gini jugaa…kerasa ngga sih jadinya kita makin konsumtif?
Masa carrefour tengah kota, abis gitu satu kota punya banyak. Gimana ga tambah miskin orang-orang indo? Mau usaha kalah sama mall dan supermarket.
Terus Kelapa gading misalnya, itu trmasuk daerah elit kan? Cuma banjir mulu..kenapa? Karena emang di perencanaannya itu bukan daerah yang bisa dibangun, bekas rawa, emang harusnya buat daerah hijau. Cuma dasar korup, perijinannya dikasih aja gitu. Trus pas dituntut mereka tinggal ngibarin ijin IMB hasil nyuap deh…
Baru-baru ini ada undang-undang perencanaan baru. Pokoknya intinya perencanaan kota ga boleh dilanggar. yang minta ijin maupun yang ngasih ijin buat ngelanggar bakal dapet hukuman. Ini undang-undangnya baru aja kluarnya…selama ini kemana aja…?? Tapi ya daripada ngga.
Yah, mudah-mudahan undang-undang ini ampuh…jadi ntar pas gw yang megang perencanaan kota, jadinya bakal keren banget. aminn…


kuatkan dulu pasar dlm negri man.meski di bawah kualitas brg luar kita juga hars bangga klo kita bisa juga berproduksi.dengan kebanggaan itu akan mmbuat produsen lokal kita akan semakin bersemangat …….kita tahu sendiri kan klo orang lagi semangat…………….
tapi sayang pemerintahan kita yang “brengsek” yang memperlambat pertumbuhan bangsa kita
mmbuat kita makin pesimis
ada org yg dpt solusi internet an gratis lwt stelit DVB masih diuber2 juga,VOIP g dimuluskan,apalagi koruptor2 tu yg dengan bangga n ndak tau malu naik kendaraan merk “rakyat miskin”.
Indonesia kita butuh revolusi radikal demi kemerdekaan rakyat tdk hanya di Jakarta aja……..
salam dari orang BLitar


Yups, jangan malu menggunakan dan membeli produk lokal, banyak kok produk lokal yang oke dari segi kualitas kayak Lea jeans, Hoka-Hoka Bento, Holland Bakery, Papa Rons dan Izzi Pizza, The Executive, Wood dan Stanley Adam ; sepatu kets Piero ; tas dan aksesoris Sophie Martin dll. Masa sih produk2 lokal harus lebih dulu mencitrakan diri sebagai produk asing baru disukai. Ayo beli produk lokal cuy.


SETUJU BOS…
CINTAILAH PRODUK LOKAL….


HIDUP PRODUK LOKAL INDONESIA !!!!!!!!!
Eh ……
Yang orang KAYA ….
Harta Lo ngga bakalan dibawa ke kuburan. Ntu mah belakangan cuy !!
Banyak2 ngasih yang di pinggiran jalan tuh …
Tega emang ngeliatnya ?
Apalagi yang anak2 kecil pada ngamen di tengah teriknya Jakarta yang saban hari maceeeeet naudzubillah getoh …..
Yang jadi orang MISKIN(maaf ye!), hidup di dunia ini hanyalah permainan semata alias fatamorgana.
Ya… sing shobar, tawakal, banyak2 berdo’a … supaya jadi orang kecil di Jakarta ngga kena gusur terus.
Eh, Mas “guebukanmonyet” namanya siapa sih?
Boleh add FS aku ngga ?
Hehe… abisan gambarnya beneran monyet sih!
Nice Topics, Nice Articles !!!


soal pengemis anak, kabarnya bkl ada UU yg isinya melarang memberi sumbangan buat pengemis anak2. katanya kalo kita kasih sedekah kebanyakan malah buat jajan, beli rokok. bukannya buat sekolah.
gw juga setuju kalo jakarta tuh mimpi aja mau jadi kyk singapore, kuala lumpur ( mungkin kalo indo kuala lapindo kali). semua orangnya pada egois, gimana mau kotanya bersih, kalo semua orang seenak jidat buang sampah. gimana mau jalanan lancar kalo angkutan umum seenaknya ngetem, mobil pribadi juga ga tau diri lagi maen nyerobot dan ngelanggar lampu merah. mau bikin monorail?? subway?? ga heran kalo perencanaannya cuma lip service doang, karena tata kota di indo tuh ga bagus. mau bangun apa2 susah. mau dibikin angkutan kyk gitu juga yg kena orang2 daerah selatan yg kena ( no offense ya) gw yg tinggal di jakut susah mau naek gitu2an ( manalagi gw buta sama daera selatan)
kenapa pemerintah ga bikin UU pembatasan bisnis retail dan franchise market macam carrefour, jujur aja disini ( gw tinggal di kelapa gading) yg namanya mall tuh uda banyak. yg kyk carrefour juga banyak. di deket rumah gw aja ada 2 (carrefour ma hypermart), sementara para pedagang tradisional semakin terpinggirkan dan tinggal menanti digusur tempatnya.
di prancis sono, carrefour tuih dibangun di daerah terpencil, daerah yg sedikit penduduknya, soalnya kalo dibikin di daerah yg rame org2 pada larinya kesana semua. zaman sekarang aja orang prancis lebih suka belanja di pasa tradisional koq dibanding carrefour macam gitu.


Jakarta pernah membesarkan kita, pernah menyenangkan kita, mendidik kita. Sekarang Jakarta lagi sakit. Jgn ditinggal sendirian


orang2 yang merusak jakarta itu bisa baca artikel ini gak yah?
apalagi yang miskin2… komputer aja gak punya. boro2 pernah denger “internet”.


gw lagi merenung2. sebenernya, apa masalah intinya?
orang miskin…
jakarta rusak karena penduduknya gak bener. penduduknya gak bener karena mentalnya rusak. mentalnya rusak karena kebodohan. kebodohan karena kurang pendidikan dan kurang gizi untuk nutrisi otak. kurang gizi dan edukasi rendah karena mereka miskin.
oh, mungkin masalah kemiskinan. apakah orang miskin bisa dimaklumi?
orang kaya…
jakarta rusak karena penduduknya gak bener. penduduknya gak bener karena mentalnya rusak. mentalnya rusak karena egoisme. mereka egois karena selalu dimanja adn berkecukupan sejak orok. mereka dimanja dan bekecukupan sejak orok karena mereka kaya.
apakah orang kaya bisa dimaklumi?


eh, maap ngepos dua kali..
sherry, rumah kita kan gak jauh2 amad.
di deket rumah lu, emang ada carefour ama hypermart.
tapi ada yang lum lengkap. di antara rumah kita ada… EMPAT mal kelapa gading dan satu mal lapiaza.
lu masih enak, banjir kemaren rumah lu kering.
rumah gw 10 tahun lalu kerendem setengah meter.
tahun ini, rumah gw udah ditinggiin semeter, kerendemnya tetep setengah meter.
blame sumarecon dah!


Saya membaca ada yang mengatakan kita harus cinta produk lokal supaya dapat menurunkan angka kemiskinan. Cinta produk Indonesia sih cinta, tapi kalau nanti kenyataannya ekonomi kita menjadi lebih parah karena teralu banyak mengandalkan produk lokal yang tidak berkualitas.. akankah kita lebih cinta kepada negara kita sendiri? Apakah kita tidak belajar dari sejarah? Jangan ngemeng dan jangan sampai kita hanya susah berlari saja.
Negara beraliran pure-socialist dengan ekonomi tertutup pernah dicoba di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya pada awal jaman kemerdekaan. Inilah disaat negara-negara berkembang terlalu bangga dengan produk-produk dalam negeri yang belum pantas dibaggakan pada saat itu. Hasilnya apa? negara berkembang kalah bersaing di sistem ekonomi internasional. Alhasil impor lebih banyak dari expor karena produk-produk lokal tidak terjual di negara-negara lain namun harus tetap mengimpor bahan baku untuk terus memasok kebutuhan dalam negeri. Jadinya justru devisit Negara, bukan devisa.
Jadi jangan banggakan sesuatu yang tidak bisa dibanggakan. kita harus tetap objective dalam menilai sesuatu hal. Jangan sampai kecintaan kita akan Indonesia membutakan kita sendiri dalam mengambil keputusan.
Pertanyaannya sekarang adalah bukan bagaimana cara memaksakan orang-orang untuk cinta produk Indonesia.. tapi bagaimana memajukan produk Indonesia sehingga digemari oleh masyarakatnya sendiri dan masyarakat Internasional.. dengan kata lain kita harus memajukan kualitas produk-produk Indonesia baru bisa gembar-gembor dengan slogan “Cintailah Produk Indonesia”. Buktikan dulu baru mulai cuap-cuap.
Bagaimana cara kita memajukan produk local? Dengan cara memusuhi orang-orang kaya yang cenderung ”gatel-gatel” bila mengenakan produk lokal? Bukanlah begitu, malah kita harus menyuruh mereka agar lebih konsumtif. Memaksakan mereka untuk beramal mungkin tidak akan berjalan sesuai target tetapi memaksakan mereka kecanduan akan barang-barang (yang biasa maupun mewah) mungkin dapat sedikit membantu si miskin.. kenapa? Karena dengan si kaya membeli suatu barang berarti ia memajukan bisnis yang menyerap tenaga kerja dimana pekerjanya adalah si miskin atau yang lebih sesuainya lagi si middle class. Yang kemudian diharapkan dapat mencuri trik-trik dagang bisnis kelas kakap yang tidak jarang berasal dari Negeri Barat. Daripada beramal, yg tidak mendidik.. tapi memajukan sesuatu bisnis yang memperkerjakan rakyat yang mana rakyatnya selain akan mendapatkan penghasilan, juga mendapatkan skills dan pengalaman kerja untuk bekal hidupnya dalam misalkan membuat bisnis baru yang lebih berkualitas karena telah “mencuri” skills yang diperlukan.
Sekian.. komen saya mungkin aga kontroversi, tapi jangan dibenci ya .. saya cinta Indonesia dan Jakarta juga sama seperti anda semua


tau gak? perbedaan lo sama monyet secara DNA cuman 2 persen, sisnya nyang 98 persen lagi, itulah yang membuat kita semua keliatan gak jauh beda ama monyet…
gak perlu malu buat ngaku cuy….
jadi monyet jugaan gak jelek2 amat… monyet tuh sosial banget, meski kadang suka licik… tapi biar gimanapun monyrt gak pernah malu kalo dia itu MONYET…
kelakuannya gak ada yang perlu ditutup2in…
toh biar kayak mana dia, tetep aja monyet… so dia gak perlu ambil pusing….
kita?
gw gak banyak comment dah soal ini…. kadang dengan bangganya kita mengaku sebagai pemegang supremasi tertinggi dari seluruh species yang (juga) punya hak di bumi ini…
tapi kelakuan? lo nilai aja sendiri… termasuk lo nilai juga diri lo sendiri…
gw?
lo juga berhak nilai gw… tapi lo gak bisa ngatur gw…


Dear Pak Monyet and friend,
Kaya itu bagus! Kalo saya kaya saya bisa amal lebih banyak, bisa bantu sodara yang lain yg kena musibah, dsb.
Miskin itu jelek, kalo saya miskin, saya bakal bikin susah keluarga saya.
Kalo ada yang memiliki cara pandang yang sama dengan saya, kenalan yuk! karen@indoasiateknologi.com , siapa tahu kita bisa saling konsultasi.
Terserah saya mau memberi arti apa terhadap apapun.
Uang bukan akar dari kejahatan.
menginginkan uang orang lain adalah akar dari kejahatan.


Gue sih kage ndukung2 amat lah, gw g yakin ente juge org betawi asli…sorry cang…kalo ente usir2in ntu enlader-enlander semue kagak pandang bau nye…ente juge nyusahin ane….mate pencarian ane jg bs bekurang cang…sorry ye…makasih deh…

October 20, 2007 at 8:52 am
kalo ga ada kaum miskin masak jualan orang kaya bisa laku??
😆